Pages

Batik dan tenun di tengah persaingan busana modern

Kain batik dan tenun khas Indonesia menjadi andalan beberapa desainer muda untuk tampil di Jakarta Fashion Week 2017 yang digelar 22-28 Oktober 2016 lalu. Rancangan mereka mendapat apresiasi positif dan mampu bersaing dengan karya desainer lain termasuk dari mancanegara.

BERITA TERKAIT
Epson kolaborasi dengan desainer di Jakarta Fashion Week 2017
Jadikan kekayaan budaya karakter fashion Indonesia
Vespa tunjuk 3 sosok muda sebagai inspirator di JFW 2014

Penampilan busana batik dan tenun dengan gaya modern paling dinanti oleh pengunjung dari luar negeri termasuk desainer asing. Panitia tidak menetapkan tema khusus dan membebaskan setiap desainer untuk menampilkan segala kreasi busananya yang kemudian diperagakan oleh para model.

"Semua busana pasti punya target masing-masing sendiri, seperti misalnya modest wear (busana muslim) bisa digunakan untuk non modest, luas cakupannya. Para desainer muda menonjolkan keunikannya masing-masing," jelas Direktur JFW 2017 Leni Tedja saat berbincang-bincang dengan merdeka.com di sela-sela perhelatan JFW 2017, Senayan City, Jakarta Selatan, Kamis (27/10).

Leni mengatakan tren batik masih banyak ditemui di beberapa perhelatan fashion di seluruh dunia termasuk di Jakarta Fashion Week 20017 ini. "Masing-masing punya market sendiri, batik bisa dikombinasi dengan model-model busana modern lainnya. Bisa ke market internasional. Kita mau go international market dan tanpa menghilangkan batik itu sendiri," kata Leni.

Sedangkan Creative Director Jakarta Fashion Week 2017 Ai Syarif menilai, saat ini batik-batik Indonesia tidak kalah saing dengan produk fashion dari luar negeri. Sayangnya, selera orang Indonesia masih suka dengan brand atau merek fashion dari luar negeri.

"Kadang-kadang sudah semakin kritis. Brand kita enggak kalah sama kualitas luar. Saya bangga melihatnya. Dan saya lihat dari Indonesia enggak kalah. Tapi untuk JFW kali ini, yang saya bilang tadi, kita saling belajar. Tapi sebanernya kualitas di Indonesia itu jauh lebih bagus," kata Ai.

Jakarta Fashion Week 2017 2016 jakartafashionweek.co.id

Ai menuturkan, banyak merek lokal sulit berkembang karena terbentur biaya pemasaran dengan merek asing. "Makanya kan ada Indonesia Fashion Forward yang kita punya program. Mereka kebentur dari programnya sendiri," ujarnya.

Soal kecenderungan masyarakat Indonesia lebih tertarik dengan merek busana luar negeri ini diakui perancang busana senior Musa Widyatmodjo. Salah satu faktor menurut dia adalah mudahnya busana karya perancang luar negeri didapatkan di banyak gerai.

"Kalau brand lokal? gerai total hanya 12-15 gerai penjualan, dan itu semuanya di pulau Jawa," kata Musa di Senayan City, Jakarta, Jumat (28/10).

Menurut desainer yang telah berkecimpung di dunia mode sejak 25 tahun lalu ini ada beberapa cara bagi merek lokal agar bisa diminati masyarakat. Salah satunya yaitu media yang harus mendukung brand lokal. Karena kata dia, brand Internasional lebih banyak memiliki modal dibandingkan dengan brand lokal.

"Di mana-mana yang punya uang dia yang lebih kuat. Buka toko di mana-mana kan butuh uang," ungkap Musa.

Dia juga ingin brand lokal lebih didukung oleh investor karena selama ini para desainer harus merogoh kocek sendiri untuk biaya pemasaran dan promosi. Musa mencontohkan dia yang sudah berkecimpung lama di bisnis fashion tanpa investor dan menggunakan uang pribadi untuk membuat toko yang menjual rancangannya tetap ada.

"Nah saya gimana? Uang saya uang pribadi semua, enggak pakai investor. Enggak ada yang support. Bayar iklan enggak mampu ya kan?" keluh Musa.

Jakarta Fashion Week 2017 2016 jakartafashionweek.co.id

Bukan hanya Musa yang ingin brand lokal lebih berkembang dan diminati banyak masyarakat Indonesia. Perancang busana batik Anthony Bachtiar menyatakan, busana klasik seperti batik dan kebaya sebetulnya mampu bersaing dengan busana modern. Meski begitu, para perancang harus melakukan berbagai kreasi agar batik, kebaya maupun tenun tampil dengan model yang lebih mengikuti perkembangan zaman.

Anthony juga menilai dengan cara seperti itu masyarakat pun tidak bosan dengan model baju batik dan kebaya yang bergaya klasik. "Dengan cara itu, kami para desainer bisa bersaing dengan busana modern," kata Anthony. [bal]

No comments:

Post a Comment