Pages

Jember Fashion Carnaval, kota mode a la Dynand Fariz

Kesuksesan Jember Fashion Carnaval (JFC), tak lepas dari sosok Dynand Fariz. Fariz ternyata pelopor sekaligus Presiden JFC Center. Event yang diciptakan alumnus IKIP Negeri (sekarang Universitas Negeri Surabaya(Unesa) ini, telah mengubah Kabupaten Jember menjadi kota mode layaknya Paris dan Itali.

BERITA TERKAIT
Meriahnya karnaval 'Persatuan dan Kesatuan' Desa Banjarsari, Malang
Kembali gelar karnaval, Mandiri targetkan 50 ribu pengunjung
Kekerasan seksual terhadap anak masih tinggi di Jateng

Dengan tekad dan kemauan yang kuat, Fariz mewujudkan mimpi-mimpi masa kecilnya. Sebab, pria kelahiran Desa Garahan, Kecamatan Silo, Jember ini, merasa minder dengan tempat lahirnya itu.

"Saat itu, dia menganggap Jember hanya kota kecil yang tidak memiliki keistimewaan apapun," kata Slamet, warga Semboro, Jember saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu (14/10).

Kekecewaan fariz ternyata menjadi cambuk tersendiri buatnya. Dia kemudian berusaha menciptakan ide untuk merubah Jember menjadi kota mode yang sangat luar biasa.

"Kesuksesan Jember telah menjadi perhatian dunia fashion, baik nasional maupun internasional," tambahnya.

Even JFC biasanya melibatkan ratusan model yang berjalan sepanjang 3,5 kilometer di jalan utama Kota Jember. Acara yang saban tahun digelar ini ternyata mampu menarik perhatian dunia. Jember kemudian dianggap sebagai kota artistik yang sangat luar bisa. Apalagi ratusan model yang ditampilkan, bukanlah model-model profesional yang terbiasa berlenggak-lenggok di atas catwalk.

"Mereka hanyalah sekumpulan anak-anak desa dari pinggiran Kabupaten Jember dengan tingkat ekonomi yang rendah," beber Slamet.

Penampilan mereka seolah menabrak tatanan dunia fashion yang selama ini berkiblat pada keglamoran. "Anehnya, sekitar 400-an peserta itu, mampu menampilkan kreativitas yang luar biasa. Buktinya, dunia mengakui keberadaan mereka setiap tahunnya," kata Wasib, warga jember yang lain.

Sedikit demi sedikit mereka merubah Jember menjadi kota mode dan memang hal itu bukan sekadar mimpi. Kegiatan ini menjadi perbincangan di kalangan fashion internasional.

Sejak digelar pada 1 Januari 2001 silam, kini masyarakat Jember tersadar kalau kota kelahirannya semakin dikenal dunia. Wasib menambahkan, sebelum mengubah Jember menjadi kota mode bak Paris dan Itali, Fariz pernah mencoba peruntungan mengikuti program beasiswa yang disponsori sekolah mode ESMOD di Jakarta, tahun 2000 silam.

"Dan dia berhasil. Bahkan, ESMOD mengantarkannya menjadi juara lukis dunia yang digelar oleh sebuah lembaga di New Delhi dan mengubahnya jadi pelaku fashion terkenal. ESMOD juga memberi kesempatan Fariz untuk belajar di ESMOD Pusat yang ada di Paris selama tiga bulan," beber Wasib yang mengaku mengetahui cerita Fariz dari mulut ke mulut.

Sepulang dari Paris, Fariz mendirikan rumah mode yang berkiblat pada tren fashion dunia. Rumah mode yang diberi nama 'House of Dynand Fariz' itu terletak di Jember.

Ide lain Fariz yang dinilai tak masuk akan adalah karnaval fashion di mana pesertanya anak-anak muda dari desa terpencil yang tak berpengalaman di dunia fashion. Namun, ide liarnya itu, menjadi perhatian media, baik lokal, nasional, maupun internasional.

Alhasil, kondisi sosiologis masyarakat Jember yang religius dan adem-ayem, tiba-tiba dikejutkan parade fashion layaknya kota-kota metropolitan. Apalagi yang diangkat tren-tren dunia.

Berbagai strategi dirancang oleh Fariz agar karnaval ini terus berjalan misalnya dengan mengajak partisipasi anak remaja. Sebab, menurut Fariz, seperti yang diceritkan Wasib dan Slamet, kaum remaja adalah makhluk pemimpi dan tugas orang dewasalah mewujudkan mimpi-mimpi itu.

"Itulah yang mendasari Fariz membentuk JFC, yang kemudian menjadi wadah bagi generasi muda untuk berkarya, berkreasi, dan menggapai mimpi. Fariz juga mampu membuktikan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa fashion," ungkap keduanya.

Sekadar diketahui, Karnaval Busana Jember atau sering disebut JFC ini, adalah sebuah even karnaval busana yang setiap tahun digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Sebanyak 400-an peserta berkarnaval, berfashion run way and dance, di jalan utama Kabupaten Jember. Event itu, disaksikan oleh ratusan ribu penonton di kanan dan kiri jalan.

Mereka terbagi dalam delapan defile yang masing-masing defile mencerminkan tren busana kontemporer. Defile pertama adalah defile Archipelago yang mengangkat tema busana nasional dari daerah tertentu secara berkala seperti Jawa, Bali, Sumatera, dan seterusnya.

Defile lainnya mengangkat tema fashion yang sedang trend apakah dari suatu negara, kelompok tertentu, film, kejadian atau peristiwa global lainnya. Semua busana dibuat dalam bentuk kostum yang kesemuanya dikompetisikan untuk meraih penghargaan-penghargaan. Dan kini, JFC telah berusia 12 tahun sejak kali pertama digelar tahun 2001. [lia]

No comments:

Post a Comment