Ketika Jilbab Menjadi Fashion
Fenomena jilbab bukan merupakan suatu simbol atas kepercayaan terhadap agama semata, tapi jilbab juga merupakan fenomen budaya dari suatu masyarakat. Bahkan jilbab merupakan salah satu jenis pakaian yang dari sisi sejarah sarat dengan simbolisasi pesan-pesan sosial-moral atas nama keutuhan, integritas, dan orisinilitas ( Perempuan Post Kolonial dan Identitas Komoditi Global, LSR, Kanisius: Yogyakarta, hal 18.). Menurut Hasil penelitian Karen Elisabeth Washburn, dari University of California mengindikasikan bahwa jilbab sebagai simbol bukan saja hadir atas nama keutuhan atau orisinilitas melainkan dalam kebudayaan global mutakhir juga sebagai simbol siasat terhadap semangat zaman yang membuka ruang pengalaman hibrida. Lalu pertanyaannya sekarang adalah apakah memang jilbab mutlak merupakan simbol terhadap alternatif siasat global? Menurut Brenner, jilbabisasi justru merupakan upaya membalikkan arus sekulerisasi. Aspek kehidupan sosial yang dianggap sekuler diarahkan lebih agamis dengan salah satu simbol yaitu jlbab. Penggunaan jilbab merupakan penolakan terhadap hegemoni budaya barat (Perempuan Post kolonial dan Identitas Komoditi global, LSR, Kanisius :Yogyakarta. Hal 112). Tulisan ini mencoba untuk menelusuri fenomena jilbab, bukan jilbab dalam perspektif keagamaan, tapi dengan cara pandang kebudayaan. Fenomena yang marak akhir-akhir ini adalah ketika jilbab beradaptasi dengan trend fashion kontemporer. Berangkat dari pertanyaan itulah mengapa tulisan ini dibuat. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kaidah jilbab yang merupakan cara berpakaian? Artinya mampukah jilbab ssebagai salah satu jenis pakaian peka terhadap industri mode, yang notabene mengedepankan fashion daripada esensi jilbab itu sendiri ? padahal kalau kita lihat fenomena di sekitar kita banyak sekali kita menjumpai model berjilbab yang variatif? Bahkan tak jarang kita jumpai perempuan yang berjilbab dengan celana panjang dan kaos ketat, roknya dibelah hingga batas lutut? Variatif yang dimaksud adalah beranekaragamnya cara berkerudung, misalnya kerudung gaul yang kecil dan transparan. Lalu kombiansi lain dengan mengikatkan ke leher dengan mengenakan pakainan ketat. Dari sini kita dapat mengindikasikan bahwa cara berbusana muslimah dan berjilbab menjadi suatu trend yang mengacu ke fashion. Dimana Esensi fashion adalah ruang rekonsiliasi antara hasrat akan kebebasan ekspresi personal dan tuntutan konformitas sosial. Kalau kita menelusuri kaidah jilbab merupakan kelengkapan busana muslimah. Dimana busana muslimah ini memiliki aspek yang harus diperhatikan, berdasarkan konsep syarI terdapat bebarapa aspek yang harus dipehatikan. Pertama, harus menutupi seluruh bagian aurat. Ke dua bukan berfungsi sebagai perhiasan. Ke tiga harus longgar dan tidak ketat tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya Menurut cara pandang agama Islam jilbab identik. Ke empat tidak menyerupai laki-laki. Ke lima bukan merupakan lihas Syuhrar atau pakaian popularitas. Menurut cara pandang agama Islam jilbab identik dengan pakaian pelindung dari bahaya yang muncul dai pihak laki-laki. Sebaliknya, fashion dalam pandangan barat identik dengan pakaian sebagai mode atau trend yang menonjolkan keindahan tubuhnya melalui mode pakaian. Lalu bagaiman dengan model jilbab sekarang yang lebih ke fashion? penulis dalam hal ini tidak bermaksud untuk menghakimi antara benar dan salah, tetapi penulis merupakan seorang pemeharti fenomena jilbab. Memang sekarang ini terdapat trend penggabungan antara konsep fashion yang barat dengan konsep jilbab yang syarI, sehingga fenomena ini diikuti dengan kesemarakkan kerudung gaul atau jilbab gaul. Ketika jibab menjadi fashion anggapan dari beberapa peneliti bahwa jilbab merupakan strategi alternatif untuk menangkis budaya global tidak sepenuhnya benar, kenyataannya sekarang terdapat modifikasi antara jilbab dengan trend dan industri mode dunia. Artinya sudah terdapat pola-pola adaptasi antara fashion dengan jilbab. Mengapa hal ini terjadi menurut penelusuran penulis, fenomena ini terjadi karena, Pertama berkembang pesatnya industri mode pakaian yang berupaya membentuk konsumsi global dan beberapa perancang busana muslimah, boleh jadi luput memperhatikan ketentuan syarI. Sehingga hasil rancangan busana muslimahnya cenderung ke arah fashion. Ke dua, pesatnya tehnologi informasi dan komunikasi, dimana dalam media komunikasi modern selalu saja ada yang lebih baru, bukan saja makna-makna tetapi juga konstruksi identitas. Ke tiga, maraknya artis-artis yang dapat dijadikan trendsetter. Ke empat, pengaruh sekitar lingkungan. Ke lima, hal tersebut juga berkaitan erat dengan motif personal. Dimana pakaian adalah cara yang paling efisien untuk menyatakan identitas seseorang terhadap dunia. Sekilas pakaian memungkinkan seseorang untuk membaca status sosial pemakai. Pakaian pun dapat pesan lebih kompleks, yaitu pakaian sebagai indikator bagaimana seseorang ingin orang lain mnegimajinasikan orang tersebut. maka, pakaian bukan lagi sesuatu yang ditempelkan pada tubuh, melainkan perpanjangan dari tubuh itu sendiri adalah diri kita , bahkan beberapa pihak menyebutnya sebagai kepribadian kita. Wallahualam Bishowab sari oktafiana sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEBLlf64LbBTtKV9QiAN39nLcbbHF1rAWNZek-NqghPLxqMxYToNHqfDYtEfqx4nhRU5WKf0f68M4ZP-HCBWbiQmIDFfbaW9-6RyCnVb2cbc3K56dU-Fvig-kvIbB_nQoJ5CJqiaHX3VRU/s320/01A%5B1%5D_m.jpg
Labels:
Designer,
Fashion,
Gaya,
Pakaian,
Trend Fashion
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment